Selasa, 21 Desember 2010

Pagi Beriman Sore Kafir, Sore Beriman Pagi Kafir

Salah satu hadits yang menggambarkan era penuh fitnah di akhir zaman tampaknya sangat sesuai dengan kondisi dunia dewasa ini. Di dalamnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa pada masa itu sulit sekali menemukan orang yang istiqomah. Yang ada ialah orang-orang yang di pagi hari masih beriman kemudian di waktu sore ia menjadi kafir. Demikian pula ada yang di waktu sore beriman namun keesokan hari di waktu pagi ia telah menjadi kafir.

بَادِرُوا فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا
وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bersegeralah beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki di waktu pagi mukmin dan di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore beriman dan pagi menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia." (HR. Ahmad No. 8493)
Sikap tidak istiqomah kata Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam disebabkan karena orang pada masa itu lebih mengutamakan kepentingan atau kemaslahatan dunia daripada memelihara keutuhan dien-nya (agama) alias imannya. Orang seperti ini telah tenggelam ke dalam faham bahkan ideologi materialisme.

Berdasarkan hadits ini berarti kita dapat simpulkan bahwa seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat atau mengaku muslim haruslah bersikap sangat waspada ketika ia menjalani era penuh fitnah di Akhir Zaman. Ia harus memahami bahwa bentuk pelanggaran terhadap Allah dapat berakibat kepada dua macam akibat. Pertama, ada yang berakibat seseorang menjadi berdosa, namun di mata Allah dosanya itu tidak menyebabkan dirinya keluar dari Islam. Artinya Allah masih tetap mengakui eksistensi iman pelaku dosa tersebut. Ia masih tetap dipandang sebagai seorang muslim atau seorang yang beriman.

Namun yang kedua, ada pula jenis dosa yang tidak saja pelakunya dipandang telah bermaksiat kepada Allah, tetapi bahkan mengakibatkan pelakunya tidak lagi dipandang masih beriman di mata Allah. Artinya perbuatan dosa yang dilakukannya telah membatalkan imannya. Allah menilai pelaku dosa tersebut telah keluar dari Islam alias menjadi kafir. Inilah yang sangat perlu kita khawatirkan. Dan hadits di atas jelas mengindikasikan fenomena ini. Jadi, di era penuh fitnah kita akan dengan mudah melihat adanya orang-orang yang di pagi hari masih beriman, namun karena satu dan lain hal, tiba-tiba di waktu sore ia telah menjadi kafir, copot imannya. Demikian pula ada mereka yang di waktu sore masih beriman, namun entah apa yang terjadi di malam harinya, tiba-tiba keesokan paginya ia telah menjadi kafir.
Di dalam kitabnya berjudul Dhawabith At-Takfir ‘inda Ahlis-Sunnah wa Al-Jama’ah, Mas’ud bin Faisol menguraikan sembilan Pembatal Keimanan yang disepakati oleh para ulama:
1.Sombong dan menolak beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’ala, walaupun membenarkan dan mengakui kebenaran Islam
2.Syirik dalam beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’ala
3.Membuat perantara dalam beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’ala dan meminta pertolongan kepada selain Allah subhaanahu wa ta’ala
4.Mendustakan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam atau membenci sesuatu yang beliau bawa walaupun ia melakukannya
5.Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik atau ragu terhadap kekafiran mereka atau membenarkan mazhab (faham/keyakinan) mereka
6.Memperolok-olok Allah subhaanahu wa ta’ala, Al-Qur’an, Al-Islam, pahala dan siksa, dan yang sejenisnya, atau mengolok-olok Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam atau salah seorang Nabi ‘alaihimus-salam, baik ketika bergurau ataupun sungguhan
7.Membantu orang musyrik atau menolong mereka untuk memusuhi orang Islam
8.Meyakini bahwa ada sebagian orang yang boleh keluar dari ajaran Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak wajib mengikuti ajaran beliau
9.Meyakini ada petunjuk yang lebih sempurna daripada petunjuk Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam atau meyakini ada hukum yang lebih baik daripada hukum beliau yang berlandaskan syariat Allah subhaanahu wa ta’ala

Kita semua berlindung kepada Allah dari perbuatan dosa, baik yang menyebabkan diri kita dipandang “sekadar” bermaksiat kepada Allah, apalagi yang sampai menyebabkan diri kita tidak lagi dipandang Allah masih merupakan seorang beriman.

Na’udzubillahi min dzaalika.

Menutup Badan Terlebih Dahulu atau Hati Terlebih Dahulu




Sering kita mendengar alasan saudari-saudari kita yang agak enggan untuk menutup auratnya secara sempurna bahwa mereka ingin memperbaiki hati terlebih dahulu untuk kemudian siap mengenakan jilbab. "Saya ingin menutupi hati terlebih dahulu baru memakai jilbab." ujar salah seorang dari mereka.

Alasan seperti ini sangatlah umum dikatakan. mengatakan demikian lebih halus ketimbang langsung mengatakan "TIDAK" untuk jilbab. tapi pada intinya itu, tidak ingin mengenakan jilbab.

- Kurangnya Kesadaran

Kesadaran adalah faktor utama seseorang untuk berubah. kesadaran tidak lepas dari hidayat yang diberikan Allah kepada siapa saja yang dikehendaki. akan tetapi kesadaran tidak akan tumbuh jika tidak dimulai dari diri sendiri.

Terlena dengan kesenangan. merasa dirinya cantik dan ingin ditunjukan kepada setiap orang. sungguh bagaikan melayang diatas singgasana ketika ada yang mengatakan, "Kamu cantik."

- Menutup Badan Terlebih Dahulu Kemudian Hati

Hati sama sekali tidak akan pernah terlindungi jika badan tidak dilindungi dengan baik. bagaimana hati ingin baik jika luarnya tidak menutupi diri. dengan badan yang ditutupi maka hatipun akan mengikuti. Allah memerintahkan setiap wanita yang beriman untuk menutupi auratnya, yaitu badan. Allah berfirman :
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

Artinya : "Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya." (QS An-Nuur : 31)

"Makai jilbab, tapi kelakuan buruk, percuma! mendingan buka tu jilbab." terkadang ada saja yang mengatakan seperti itu. memakai jilbab tapi kelakuan belum berubah.

Luruskan niat karena Allah, ikhlas dengan keputusan. berjilbab bukan untuk "nampang." jika patokan seseorang untuk beramal adalah Allah, maka tidak akan ada yang dapat menggoyahkannya walaupun badai tsunami menghantam.

Minggu, 14 November 2010

Rabu, 17 Februari 2010

Ada Apa Dengan Habbatus Sauda’?






Apabila Anda diberitahu bahwa seorang dokter yang sangat pakar, ahli, dan jenius telah menemukan ramuan dari tanah sebagai obat, pasti Anda mempercayainya.

Demikian pula, andaikata sang dokter membuat balsem dengan bahan dari racun serangga, niscaya Anda mau menurut dan menggunakannya sebagai obat, tanpa kesangsian dan keraguan. Anda pasti mempercayainya sepenuh keyakinan, karena obat itu diramu oleh seorang dokter yang terpandang dan terkenal.

Lantas bagaimana jika resep itu berasal dari manusia terbaik, dokter seluruh manusia, Rosul pembawa rahmat dan mukjizat, serta kekasih Alloh, Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam?

Beliau telah menginformasikan pada kita tentang sebuah biji yang berkhasiat menyembuhkan setiap penyakit, yaitu habbatus sauda’. Bukankah beliau lebih patut dipercaya? Beliau tidak pernah berbicara dengan hawa nafsu, beliau adalah rahmat dan nikmat yang dianugrahkan Alloh kepada kita, dan beliau adalah manusia yang jujur dan terpercaya. Semoga sholawat dan salam terlimpahkan kepada beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam.

Beliau bersabda:

Hendaklah kalian menggunakan habbatus sauda’, karena ia mengandng kesembuhan untuk setiap penyakit, kecuali kematian. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Habbatul barokah juga mengandung zat-zat anti-biotik pemusnah virus, mikroba, dan bakteri; karoten yang merupakan zat anti kanker; hormon-hormon seksual yang berkhasiat untuk menguatkan, menyuburkan, dan meningkatkan kebugaran; zat-zat diuretik yang melancakan pembuangan urin dan cairan empedu; enzim-enzim pencernaan dan zat anti-keasaman; serta bahan-bahan analgesik dan stimulan.

Sungguh banyak keajaiban, rahasia, dan manfaat yang terkandung di dalamnya. Andaikata para peneliti melakukan peneletian terhadapnya, niscaya mereka menemukan kesimpulan bahwa habbatus sauda’ bisa menggantikan kebutuhan kepada apoteker dan dokter. Namun, hal itu berlaku bagi siapa yang percaya dan yakin terhadap sabda “penghulu para Rosul” dan “dokter bagi orang-orang yang bingung”, Muhammad Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam.

Dikutip dari buku “Hidup Sehat Dengan Habbatus Sauda’” karya Shubhi Sulaiman penerbit al-Qowam, hal. 4-6.

Sejarah habbatus sauda’